234. Mati Suri 100 Hari [Homestay movie]

Sutradara horor Parkpoom Wongpoom—dikenal lewat 4Bia dan Shutter—sukses mengelaborasi materi novel Jepang (Colorful, Eto Mori) dan bayang-bayang adaptasi animenya ke dalam sinematografi yang benar-benar colorful atau penuh warna. Tapi bagaimana ceritanya sendiri?

Min terbangun di kamar jenazah, bukan karena dia penjaga kamar yang ketiduran, bukan! Dia bukan anak kamar mayat, dia anak gambar. Faktanya, dia mati suri! Khun-pra-chuai! Astagfirullah, bahasa Indonesianya.

*mungkin disangka bocoran*

Dasar sutradara jurik! umpatku menyaksikan prolog Homestay yang horor. Kamar mayat. Orang-orang di rumah sakit yang ganjil. Sampai terjatuh ke gedung bertingkat dan melawan gravitasi. Segmen-segmen kontra-gravitasi menggambarkan dua dimensi dunia yang bertemu, tatkala malaikat atau guardian menyampaikan pesan dan berkonfrontasi dengan Min.

Kendati tubuh Min hidup lagi tapi itu bukan Min, melainkan seberkas arwah berantah yang musti menghuni tubuh Min dalam tenggat 100 hari. Mencari tahu, apa yang sebenarnya terjadi, dan kenapa Min bisa bunuh diri, atau jika tidak mati lagi selamanya. Jadi karena hanya tubuh Min dan jiwanya bukan, maka Min yang hidup lagi tidak punya memori sama sekali siapa dirinya. Ada twist-nya di sini, berupa lukisan, namun tidak mengejutkan.

Matahari berganti bulan, lambat laun, Min tahu kenapa dia dulu bunuh diri. Min adalah anak dari produk disfungsi keluarga, kekecewaannya pada Pi, cewek yang disukainya, ditambah sifat introvertnya—keintrovertan Mim gagal tergarap. Tidak seperti animenya (kebetulan saya gak baca novelnya) di mana alur terasa lambat dan memikat, film GDH ini kurang mantul menggelitiki pusat syaraf drama di kepala saya, dan ada sempalan tokoh yang sepertinya kurang perlu. Misal tokoh Guardian mestinya dibuat satu wujud saja dan tokoh kakak, Menn, yang cuma sambil lalu. Pun konflik yang mestinya tajam di ranah “broken home”, hanya tercipta lewat bahasa verbal dan bukan aksi atau pengaliran drama-gerak yang menyakinkan.

Jika di anime lebih banyak masalah internal keluarga, di film Thailand ini masalah eksternal dengan cinta segitiga menjadikannya romansa khas Thailand. Sebenarnya sah saja, toh kultur sinema Thailand memang lebih tren berpolarisasi ke romansa dan horor. Dan, nahasnya, sekalipun porsi romansanya lebih besar, tapi miskin kalori alias kurang bertenaga dan kurang memikat. Tektok akting antara Teeradon "James" Supapunpinyo dan Cherprang Areekul bukan yang terbaik. Tapi akting debut Areekul dari grup idola BKN48 patut diapresiasi. Luwes. Barangkali Areekul dan Zara JKT48 adalah doppelganger.

Bukan karya terbaik Wongpoom dan GDH umumnya, bukan terburuk juga. Agak membosankan di satu sisi, di sisi lain editing-nya memompa adrenalin biar lebih semangat nontonnya. Visual warna dan efek visualnya memang juara. Di negara asalnya sudah rilis sejak Oktober 2018. Tanggal 10 April akan tayang di jaringan Cinemaxx dan CGV.

Komentar

Postingan Populer