229. Raja Remaja Menyelamatkan Dunia [resensi The Kid Who Would Be King]



Alex (Louis George Serkis) hanyalah anak SMP junior yang ditindas oleh Lance dan Kaye manakala membela Bedders (Dean Chaumoo), sohibnya. Malam harinya, Alex diuber Lance (Tom Taylor) dan (Kaye Rhianna Doris) sampai ke proyek bangunan. Tak dinyana, Alex mampu mencabut pedang yang tertancap di batu bangunan. Kemudian pedang itu dipercaya sebagai Sword in the Stone bahkan pedang Excalibur. Kedua pedang itu berbeda, tapi Joe Cornish sebagai sutradara dan penulis membuat kedua pedang itu menjadi satu fisik-dua kondisi.

Menurut legenda Inggris Raja Arthur, siapa yang mampu mencabut pedang itu akan berhak memerintah Kepulauan Britania. Legenda Raja Arthur juga berkaitan dengan penyihir Merlin dan Ksatria Lancelot (mirip nama Lance). Dengan premis sederhana, anak ingusan yang menyelamatkan dunia, mengingatkan kita akan Narnia dan Percy Jackson and the Olympians. Alex mesti mengemban titah berat, menyelamatkan Inggris dari penguasa kegelapan, Morgana, adik tiri Raja Arthur, yang menginginkan pedang Excalibur.

The Kid Who Would Be King tidak seratus persen bocah yang "menjadi raja" tapi Alex dikondisikan “harus”. The Kid Who Must Be King. Bagaimana bisa menjadi raja kalau dia sendiri masih galau, mencari jati dirinya sebagai remaja tanggung yang masih mendambakan kehadiran sang ayah, namun nyatanya tidak. Dia anak tunggal dari ibu tunggal. Belum lagi ketika Lance kembali pada watak aslinya, membelot pada baiat dan sumpah raja. Termasuk pasukan kerangka-bara berkuda yang siap meneror untuk merebut Excalibur ketika matahari terbenam.

Namun, film pertama yang dibintangi anak Andy Serkis ini, tetap ringan dan lucu. Nggak lupa efek visualnya yang pas dan nggak lebay, apalagi adegan tabrak-tabrakan mobil dengan pasukan kerangka-bara. Hanya saja, penyihir Morgana tidak semanipulatif White Witch di film Narnia. Morgana lebih banyak menggelayut di akar pohon dan kekuatan gelapnya tidak menyakinkan kecuali sebagai monster belaka. Justru yang menarik penyihir baik Merlin dengan wujud Martin, remaja sekelas Alex. Martin tidak membutuhkan tongkat sihir atau jimat, tapi gerakan tangan seperti tepukan, dan ramuannya bukan darah ayam cemani, melainkan makanan dan minuman junkfood.

Film yang rilis di Indonesia 23 Januari ini, cocok buat tontonan sekeluarga. Kendati bergenre petualangan, adegan kekerasan dalam batas wajar dan tidak berdarah-darah serta tanpa adegan cipokan yang lebih ditakuti mak-emak Endonesiyah.

Komentar

Postingan Populer