120. Mengejar Masa Lalu


kemarin kita tertawa bersama
kemarin kita menangis bersama
aku mengajarkan padamu
bagaimana menyembunyikan cahaya
kau mengajarkan padaku
bagaimana menjadi laki-laki sempurna

kini kita terpisah
takdir menjauhkan raga kita
dinding-dinding udara menghempaskan semua impian kita
kita terpental di radian yang berpunggungan
dinding-dinding udara menghempaskan semua impian kita
kita terpental di radian yang berpunggungan



kau berlari cepat bak Usain Bolt
kau juga cepat menuju finis
meraih separuh harapanmu
hanya bayangan hitamku yang menyusul di belakangmu
terlambat sepersekian ribu detik

kau telah pergi, sobatku
kau telah sanggup menyembunyikan ratu cahaya
sebagaimana yang dulu kuajarkan padamu
kepada siapa lagi aku belajar menjadi laki-laki sempurna

masih ingat saat mulutmu yang bau asap kretek
kau membisikkan ke telingaku
"Jadilah laki-laki yang sempurna, bukan hanya sejati."

masa lalumu tertinggal di buku harianku
masa laluku tertinggal di seragam sekolahmu
masihkah kau menyimpan bajumu?

aku kan mengejarmu, kawan
sekencang A1 milik Rio Haryanto
melintasi sirkuit di Spanyol



kau kan tertinggal, kawan
jauh... nan jauh... menyeberangi Selat Gibraltar
sekarang lebih baik aku yang tertawa
nanti kita tertawa bersama lagi
dan kubisikkan dari mulutku yang bau bir pilsener ke telingamu
"Jangan hanya menyembunyikan ratu cahaya, ambillah sumber cahaya."
Kau pun berkilah, "Aku tak percaya pada ucapan orang yang mabuk!"

From my diary,"Pamete" 25 November 2010

Komentar

Postingan Populer