262. Berfilsafat tentang Keabadian [Seobok]
Dengan trailer resminya yang drama banget, Seo Bok seolah menitikberatkan pada hubungan Ki Heon dan Seo Bok (nama manusia klona pertama di dunia) alih-alih pada laga ala Magneto berkekuatan psikokinetik bahkan jauh dari ingar bingar kontroversi media massa.
Sempat tertunda akibat pandemi, CJ akhirnya merilis pada akhir tahun 2020 dan masuk tanah air medio April. Diperankan Park Bo Gum yang dirias jadi lebih muda dan Gong Yoo sebagai mantan agen rahasia sekarat. Ki Heon (Gong Yo) ditugaskan mengawal manusia klona hasil penelitian Seoin Laboratory. Proyek besar rahasia itu ditujukan untuk riset kedokteran agar manusia juga punya kemampuan terbebas dari penyakit mematikan. Ibaratnya seperti keunggulan stem cell alias sel punca pada manusia.
Lee Yong-ju yang bertindak sebagai sutradara dan penulis sengaja menakar filmnya pada diameter yang lebih kecil seperti tidak ada riuh gaduh nyamuk pers yang memberitakan proyek rahasia yang akhirnya melibatkan tentara bayaran dari Filipina (negara ini sering sekali disebut sinema Korsel). Tembak-tembakan, pengeboman, bahkan eksyen telekinesis Seo bok cukup mengejutkan di ujung film—lantaran tidak ada di trailer.
Eksyen atau kemampuan psikokinetik Seo bok memang kayak pugasan di atas makanan utama (drama eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan). Banyak dialog tentang mempertanyakan kembali makna keabadian dan ketika manusia tidak merasa punya nilai akan usianya maka hancurlah sisi manusiawi itu sendiri. Namun apa klona Seo bok benar-benar sangat diperlukan? Dia diibaratkan ladang minyak yang akan diperebutkan negara-negara adidaya macam Amerika. Makanya kehadiran tokoh Amerika di film menegaskan hegemoni negara itu di semenanjung kendati kurang nendang dengan absennya tokoh Tiongkok/Korut.
Pada masyarakat Korea yang materialis dan kurang religius, Seo bok memang tidak mau berat-berat menyentil manusia klona dari sudut pandang norma agama. Pun tidak mau begitu ilmiah semisal mengacu pada manusia klona pertama bernama Eve dari Bahama 20 tahun silam. Sebenarnya bagus dan jatuhnya sederhana karena nggak terlalu banyak bahasa ilmiah ala Hollywood. Dialognya lebih banyak berfilsafat, dengan drama eksistensi yang cukup sentimental, komedi mi gelas, dan pugasan eksyen yang sinematik jika ditonton di layar lebar.
Komentar