252. Rock 'n Roll Generasi Gamang [ A Brighter Summer Day movie]
Menonton A Brighter Summer Day seumpama mempelajari satu dua bab awal sejarah negara dengan pulau Formosa-nya itu.
Pernah mampir di sinepleks kita dua film karya John Woo, The Crossing pt 1 dan pt 2, tentang drama perang dan perjalanan pertama kaum nasionalis ke Taiwan setelah kalah oleh komunis.
Tepat 12 tahun setelahnya, layar pun menuliskan kisah yang memaklumkan anak-anak muda yang masih krisis identitas pada era transisi dalam film bertajuk Musim Panas Nan Cerah. Mereka hidup bergeng-geng. Pun barbar. Jangankan anak-anak, orangtua mereka juga masih gamang menghadapi hari esok tanpa kepastian. Panser wara-wiri mirip gerobak bakso di Indonesia, menandakan negara sedang waspada. Walau muncul ironi dalam sebaris dialog, kita dulu berjuang melawan penjajah Jepang tapi tinggal di rumah bergaya Jepang. Sampai saling membantai pakai katana peninggalan Nippon. Ironis.
Hanya saja ada beberapa adegan signifikan tanpa konsekuensi jelas. Misal usai tawuran dengan katana, esoknya mentari kembali bersinar cerah seakan semalam tak ada apa terjadi.
Jujur aku nggak begitu paham sejarah (kepulauan) Taiwan. Suku asli mereka justru masih satu kerabat dengan Austronesia (Indonesia, Filipina, Malaysia). Wajah asli mereka seperti pada film barbar Warriors of the Rainbow. Lalu populasi mereka turun jauh sebelum kaum nasionalis migrasi ke Taiwan. Sebelumnya Suku Han sudah migrasi 3 abad sebelum kronologi film karya Edward Yang ini. Jadi sebelum kaum nasionalis daratan menderita, kamu pribumi telah lebih dulu menderita akibat termajinalkan. Oke, sampai sini penasaran saya agak tuntas. Jadi ada yang terasingkan dari tanah sendiri dan terasing di tanah sendiri.
Seperti bayi yang baru belajar merangkak, sekolah-sekolah di Taiwan diisi oleh murid silang usia. Ada yang tua dan muda dalam satu kelas. Di samping jumlah penduduk masih sedikit, lebih efisien dengan guru-guru yang tampak jauh dari kata demokratis. Harus diakui, adegan menantikan pengumuman SNMPTN di radio menunjukkan bahwa pendidikan satu-satunya jalan keluar dari kebodohan. Kendati, di akhir film terasa sangat sentimental karena tokoh Sier... (nanti spoiler).
Sorot lampu tokohnya pada hubungan cinta monyet antara Sier dan Ming, secinta monyet pendukung partai Kuo Min Tang pada tanah air barunya. Mencintai (satu) wanita bisa semabukan mencintai ideologi. Keseluruhan alurnya rileks dan cenderung encer, berdurasi nyaris empat jam dan sabar mengamati tiap tindakan tokoh-tokohnya. Dari ibu Sier sebagai guru yang kesulitan beradaptasi, ayahnya yang hampir terlibat kasus korupsi, anak-anak muda yang tidak punya role model, sampai Cat yang rock 'n roll dengan suara tenornya yang gemar menyanyikan lagunya Elvis Presley, Are You Lonesome Tonight?
Pernah mampir di sinepleks kita dua film karya John Woo, The Crossing pt 1 dan pt 2, tentang drama perang dan perjalanan pertama kaum nasionalis ke Taiwan setelah kalah oleh komunis.
Tepat 12 tahun setelahnya, layar pun menuliskan kisah yang memaklumkan anak-anak muda yang masih krisis identitas pada era transisi dalam film bertajuk Musim Panas Nan Cerah. Mereka hidup bergeng-geng. Pun barbar. Jangankan anak-anak, orangtua mereka juga masih gamang menghadapi hari esok tanpa kepastian. Panser wara-wiri mirip gerobak bakso di Indonesia, menandakan negara sedang waspada. Walau muncul ironi dalam sebaris dialog, kita dulu berjuang melawan penjajah Jepang tapi tinggal di rumah bergaya Jepang. Sampai saling membantai pakai katana peninggalan Nippon. Ironis.
Hanya saja ada beberapa adegan signifikan tanpa konsekuensi jelas. Misal usai tawuran dengan katana, esoknya mentari kembali bersinar cerah seakan semalam tak ada apa terjadi.
Jujur aku nggak begitu paham sejarah (kepulauan) Taiwan. Suku asli mereka justru masih satu kerabat dengan Austronesia (Indonesia, Filipina, Malaysia). Wajah asli mereka seperti pada film barbar Warriors of the Rainbow. Lalu populasi mereka turun jauh sebelum kaum nasionalis migrasi ke Taiwan. Sebelumnya Suku Han sudah migrasi 3 abad sebelum kronologi film karya Edward Yang ini. Jadi sebelum kaum nasionalis daratan menderita, kamu pribumi telah lebih dulu menderita akibat termajinalkan. Oke, sampai sini penasaran saya agak tuntas. Jadi ada yang terasingkan dari tanah sendiri dan terasing di tanah sendiri.
Seperti bayi yang baru belajar merangkak, sekolah-sekolah di Taiwan diisi oleh murid silang usia. Ada yang tua dan muda dalam satu kelas. Di samping jumlah penduduk masih sedikit, lebih efisien dengan guru-guru yang tampak jauh dari kata demokratis. Harus diakui, adegan menantikan pengumuman SNMPTN di radio menunjukkan bahwa pendidikan satu-satunya jalan keluar dari kebodohan. Kendati, di akhir film terasa sangat sentimental karena tokoh Sier... (nanti spoiler).
Sorot lampu tokohnya pada hubungan cinta monyet antara Sier dan Ming, secinta monyet pendukung partai Kuo Min Tang pada tanah air barunya. Mencintai (satu) wanita bisa semabukan mencintai ideologi. Keseluruhan alurnya rileks dan cenderung encer, berdurasi nyaris empat jam dan sabar mengamati tiap tindakan tokoh-tokohnya. Dari ibu Sier sebagai guru yang kesulitan beradaptasi, ayahnya yang hampir terlibat kasus korupsi, anak-anak muda yang tidak punya role model, sampai Cat yang rock 'n roll dengan suara tenornya yang gemar menyanyikan lagunya Elvis Presley, Are You Lonesome Tonight?
Is your heart filled with pain, shall I come back again?
Tell me dear, are you lonesome tonight?
Komentar