251. Cinta Segitiga yang Menghentikan Masa [Her Blue Sky]
“Seekor katak di kolam tidak bisa merasakan luasnya samudera, tapi bisa menatap birunya angkasa.”
Seperti katak dalam tempurung bagaimana jika jiwa kita pada masa lalu hidup mewujud fisik dan terperangkap di sebuah pondok?
Semasa muda, Shino hendak membawa kekasihnya, Akane, merantau ke Tokyo untuk menjalin mimpi sebagai musisi. Namun demi Aoi, adik Akane, Akane memilih di kampung halaman berjuang sebagai yatim piatu. Sampai suatu ketika di Balai Kota tempat Akane bekerja akan diselenggarakan konser musik, Shino kembali sebagai basist dari band musik tradisional. Gayung bersambut, Aoi sangat excited dengan kepulangan Shino ke kampung halamannya setelah 13 tahun merantau. Hanya saja, kali ini Aoi mesti kecele sebab Shino telah berubah. Lebih sinis padanya, terutama bakat musik Aoi.
Di pondok tepi hutan tempat Akane remaja dkk bermain musik dulu, Aoi menemukan sosok Shino dalam kondisi janggal. Dia tidak berubah. Dia masih Shino tiga belas tahun silam. Shino adalah metafora perasaan gagal move on, meski fisik Shinosuke telah ke Tokyo, separuh jiwanya masih di kampung halaman, mewujud arwah hidup yang benar-benar secara harfiah terkungkung di pondok berjeruji dinding udara. Untuk membedakan kedua karakternya, ada dua panggilan; Shino untuk wujud masa lalu dan Shinosuke untuk wujud masa sekarang.
Shino-lah alasan Aoi bermain bas. Dia diam-diam menyukai Shino yang secara fisik kurang ganteng. Cintanya hanya dipendam demi menjaga perasaan mbaknya yang juga pacarnya Shino.
Secara keseluruhan, Her Blue Sky (HBS) hanyalah anime romantis remaja kebanyakan. Cinta diam-diamnya Aoi tidak seagung Makoto pada Chiaki di film The Girl Who Leapt Through the Time karya Mamoru Hosoda tentang seorang gadis yang mengitari waktu dan menyesal tidak mengungkapkan cintanya. Bahkan pupus cintanya Akane dan Shino tak sepuitis Akari dan Takaki di filmnya Makoto Shinkai, 5 CM Per Second. Pada ujungnya, HBS memang kisah tentang penuntasan. Tentang apa yang masih tertinggal pada masa lalu.
Sutradara Tatsuyuki Nagai memakai musik sebagai medium ekspresi dan perekat antar karakter. Antar karakter Akane dan Shino justru tidak terjalin pada nostalgia, semisal Akane dulunya adalah vokalis dan tercipta lagu favorit di antara mereka. Makanya di antara penuntasan itulah kadang penonton mencari-cari gula dramanya dan bagi saya kurang. Sementara lagu yang sering menggema ialah Gandhara ciptaan Aoi, buah pikirannya akan pelarian ke negeri rekaan di India (alih-alih memilih “negeri musik” di Tokyo). Aoi yang tadinya merasa punya kesempatan untuk menahan arwah Shino akhirnya dilanda pilihan dilematis: “menjodohkan” mbaknya dengan Michinko, ASN di Balai Kota juga rekan sejawat Akane, atau dengan Shinosuke dewasa sehingga (arwah) Shino kecil lesap ditelan roda ruang dan waktu.
Bermuatan fantasi, HBS terlukis oleh tangan-tangan artis grafis dengan indah, contohnya latar semacam taman, dedaunan, lampu yang sangat mirip seakan-akan hasil jepretan kamera yang difilter ala kartun. Musiknya tidak semembahana Weathering With You walaupun tema HBS musik dan romansa.
Komentar