104. Bahasa Diam
Ketika kuminta Allah untuk menjawab doaku, Dia pun akan menjawabnya.
Kemudian kupasang kedua siput telingaku.
Namun, tak kudengar juga suaraNya.
Ternyata saya mendengarnya melalui mataku, hidungku, mulutku, dan kulitku.
Yang kali ini saya belum mendengarNya.
Kusangka-sangka Dia menggunakan bahasa diam.
Maka dari itu, rabalah dengan matamu, sehalus apa awan jingga pada sepotong senja.
Jilatlah dengan hidungmu, semanis apa sari bunga kamboja yang tumbuh di tanah makam.
Ciumlah dengan telingamu, seharum apa batang baja rel yang diinjak-injak oleh kereta.
Lihatlah dengan kulitmu, seindah apa mahligai istana yang diduduki oleh ratu yang masih perawan.
Dan, dengarlah dengan mulutmu, sebising apa gema membahana dari tebing-tebing merah.
Lalu, apakah dengan begitu akan kupahami bahasa diam?
Komentar