59. Tertawa
Luise Rinser, pengarang wanita yang banyak menulis tentang pengalaman relijius, pernah ketemu dengan Dalai Lama. Rinser, sangat terkesan dengan tokoh spiritual Tibet yang kini dalam pengasingan. Apa yang membuat ia terkesan akan Dalai Lama? Tertawanya!. Tawa Dalai Lama itu demikian lepas dan bebas.
Tawa itu tampaknya demikian penting dalam hidup Rinser. Dalam penutup roman terakhirnya, Aeterna, ia menulis , segala kegelisahan dan pertanyaan manusia akhirnya hanya dapat diatasi dengan tertawa. Tertawa itu membebaskan. Tertawa itu tanda dari kemerdekaan terhadap segala belenggu dan kebijaksanaan manusia yang pasrah dan menyerah.
Rinser mengajak kita untuk belajar tertawa. Sesungguhnya kita dapat menertawakan apa saja : kegelisahan, keraguan, dan problem hidup kita. Tak ada problem hidup yang akan berlangsung selamanya. Dan kita dapat mengatasi problem itu jika kita mau tertawa bersamanya.
Namun, mengapa kita jarang tertawa? Mungkin kita terlalu menganggap diri kita penting, dan hidup kita demikian serius. Kita hanya terpaku pada tugas dan tujuan hidup kita. Kita hanya mengenal kerja dan kuliah. Di luar itu, kita tidak mengenal apa pun jua. Hal ini membuat hidup kita sumpek dan jenuh, sedih, serta muram. Kita kehilangan kegembiraan dan keceriaan.
Maka dari itu kita perlu tertawa. Bila kita bisa tertawa, justru ketika kita dilanda oleh masalah yang berat, kita akan mengakui, betapa tertawa itu membebaskan. Pada saat itu pula kita tahu, bahwa tertawa itu rahmat. Memang hanya karena rahmat tertawa itu kita bisa bergembira dan bersyukur terhadap apa saja yang diberikan Tuhan pada kita, suka maupun duka.
Komentar
aku akan ketawa terus
cukup bagus
kenalan yuk
mau kenalin sama gadis malaysia yok?boleh aja..boleh jadi kayak asyraff sinclair and bunga citra lestari ..ahaha
(sorry..bahasa indonesia ana is very bad)
ha ha ha ha ha ha ha
aku ketawa sekarang
Salam dari malaysia
hahaha terus2 ketawa