167. Vampir Sesungguhnya (review Let The Right One In)
Aku suka banget novelnya yang setebel bantal. Ceritanya terbagi dalam karakter-karakter dalam subplot tersendiri; Oskar-Eli, Lacke-Virginia, dan Tommy-Staffan, beserta karakter pelengkap.
Dalam versi novel, Oskar ialah anak cowok 12 tahun yang sering diganggu teman-temannya, punya orangtua yang bercerai (ikut Mamanya yg bawel), dan berteman dengan Eli, cewek sebaya yang tinggal di samping apartemennya di wilayah Angby, Swedia. Eli adalah cewek misterius yang cuma keluar malam hari, badannya bau, muntah saat makan permen, karena makanan dia darah. Ya, Eli adalah vampir ratusan tahun.
Lacke (Peter Carlberg) adalah pecundang-nganggur separuh baya yang mencintai Virginia (Ika Nord), perempuan tua yang kesepian. Dia adalah filatelis dan berniat menjual semua koleksi perangko berharganya agar bisa membeli sepetak rumah dan tanah untuk tinggal bersama Virginia. Apa lacur, Virginia dicokot Eli (Lina Leandersson) yang kelaparan sebab Hakan gak becus mencarikan sejeriken darah segar baginya.
Ya, Hakan (Per Ragnar) ialah pria putus asa yang "diselamatkan" Eli, sampai akhirnya Hakan bertugas mencari darah segar dengan target anak-anak yang digantung terbalik.
Segmen Tommy dan calon ayahnya, Kepala Polisi Staffan, tidak dimasukkan ke naskah film yang disutradarai Tomas Alfredson ini. Mungkin agar plot film fokus pada Oskar-Eli dan Lacke-Virginia saja. Konsekuensinya durasi menjadi singkat dan tingkat keseruan film berkurang karena banyak hal yang disunat dari novelnya (John Ajvide Lindqvist, penulis).
Lupakan novelnya, kembali ke filmnya yang dirilis 2008 ini. Vampir Eli ialah androgini atau sebut saja tidak berkelamin. Tidak bervagina dan tidak berpenis (diperlihatkan sekilas). Eli bukan vampir modern bling bling yang vegetarian darah manusia, tidak anti matahari, dan dia minta dimengerti oleh seorang bocah ingusan. Vampir apa adanya, bukan vampir produk industri hiburan yang penuh make up.
Oskar (Kåre Hedebrant) yang tadinya penakut menjadi sosok yang memberontak berkat Eli. Cinta monyet tanpa syarat di antara mereka pun yang bikin gemes.
Dengan cerita yang sederhana dan efek yang tidak neko-neko, film Let The Right One In (Låt den Rätte Komma In) juga tak melupakan atmosfer film dan sinematografi yang keren. Tidak terlalu thrilling namun stylish dan... tonton saja sendiri.
Komentar